BAB V
Profil Memanjang dan Melintang
5.1 Profil Memanjang
5.1.1 Dasar Teori
Maksud
dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan ketinggian
titik-titik sepanjang garis rencana proyek, sehingga dapat digambarkan irisan
tegak keadaan permukaan tanah sepanjang garis rencana proyek tersebut.Jadi,
profil adalah irisan tegak permukaan bumi.
Untuk
menggambarkan profil memanjang dari suatu rencana proyek diperlukan ketingian
dan jarak mendatar antara titik-titik tersebut. Ketinggian dihitung dari beda
tinggi titik-titik datumnya (titik referensi hitungan). Sedangkan jarak
mendatarnya diambil untuk setiap jarak-jarak tertentu, kemudian direntang
disepanjang garis rencana proyek.
Pengukuran
profil memanjang dan melintang dilakukan pada proyek pengukuran untuk jalan
raya, aluran irigasi, jaringan transmisi tegangan tinggi dan lain-lain.
a.
Hitung jarak optis
dengan rumus:
dij = k *
(BA-BB) sin2 v
|
Dimana: BA = bacaan benang atas (mm)
BB =
bacaan benang bawah (mm)
V =
sudut vertical (˚)
dij = jarak optis (m)
Karena waterpass selalu berada dalam keadaan
mendatar (90˚), sehingga sin2V
selalu bernilai satu, sehingga persamaan diatas berubah menjadi:
dij = k *
(BA-BB)
|
Penentuan
jarak optis ini dapat juga digunakan untuk mengotrol benar atau tidaknnya
benang diafrgama.
b.
Hitung beda tinggi dengan persamaan:
Δh = k * (BA-BB) * ½ sin 2V + (TA-BT)/1000
|
Dimana: Δh = Beda tinggi (mm)
BA = Bacaan benang atas (mm)
BT = Bacaan benang tengah (mm)
BB = Bacaan benang bawah (m)
V = Sudut vertical (˚)
i = Tinggi alat (m)
Karena alat waterpass
selalu berada dalam keadaan mendatar (90˚) sehingga sin 2V bernilai nol, maka
persaman di atas menjadi:
Δh = (TA-BT)/1000
|
Apabila beda tinggi yang
diperoleh bernilai negative, berarti titik dimana alat berdiri lebih tinggi
dari titik target. Dan apabila yang diperoleh bernilai positif, bearti titik
taret yang lebih tinggi.
c.
Hitung
elevasi/ketinggian (h) masing-masing titik pengukuran
HB = HA
+ ΔhAB
|
Dimana: HA =
Elevasi titik acuan (m)
ΔhAB
= Beda tinggi hasil pengukuran dari A dan B (m)
HB =
Elevasi titik target (m)
5.1.2 Peralatan
·
Pesawat waterpass
·
Statip
·
Meteran
·
Rambu
·
1 set alat tulis
5.1.3 Tahapan Pelaksana
Pada
pengambilan data di lapangan, dilaksanakan tahapan pelaksanaan berikut yang
merupakan tahapan pengukuran profil memanjang dan melintang:
a. Siapkan peralatan dan keperluan pengukuran
b. Tentukan daerah yang akan diukur (orientasi medan)
c. Pengukuran profil memanjang
1.
Tentukan titik-titik
sepanjang garis rencana proyek dengan jarak 10 m (misal titik A sampai G)
2.
Dirikan alat diantara
titik tersebut (misal: alat antara A-B, B-C) lalu sentring alat
3.
Baca benang diafragma
rambu A kemudian putar alat dan baca rambu B
4.
Pembacaan diafragma juga
dilakukan setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim, lakukan hal yangsama
untuk semua slag
5.
Pengkuran dilakukan
pualn pergi
6.
Ukur tinggi alat
5.2 Profil Melintang
5.2.1 Dasar Teori
Maksud dan tujuan pengukuran profil melintang adalah
untuk menentukan ketinggian titik-titik (profil permukaan tanah) sepanjang
garis lurus terhadap garis rencana proyek atausepanjang garis yang membagi sama
besar sudut antara dua sub garis rencana proyek yang berpotongan. Dalam
pelaksanaan pengukuran, biasanya profil melintang diukur sejalan dengan profil
memanjang.
Yang diukur pada profil melintang
adalah ketinggian titik-titik detail untuk tiap jarak tertentu sepanjang garis
profil melintang, misalnya setiap titik pada jarak 2 meter sepanjang garis
profil melintang tersebut. Adapun prosedur pengukuran, perhitungan dan
penggambarannya sama halnya seperti profil memanjang. Skala jarak dan tinggi
pada profil melintang dibuat sama.
Gambar 5.1
Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang
5.2.2
Peralatan
·
Pesawat waterpass
·
Statip
·
Meteran
·
Rambu
·
Alat tulis
5.2.3 Tahapan Pelaksana
Pada
pengambilan data dilapangan, dilaksanakan tahapan pelaksanaan berikut yang
merupakan tahapan pengukuran profil memanjang dan melintang:
a. Siapkan peralatan dan keperluan pengukuran
b. Tentukan daerah yang akan diukur (orientasi medan)
c. Pengukuran profil melintang
1.
Dirikan alat pada titik
sepanjang garis rencana proyek lalu sentring alat
2.
Nolkan sudut horizontal
ketitik berikutnys (titik B), putar alat sejauh 90˚ (sisi kanan) lakukan
pembacaan benang difragma setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim
3.
Putar alat sebesar 180˚
dari sisi kanan (hingga 270˚ dari titik B), lakukan pembacaan benang diafragma
setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim
4.
Lakukan hal yang sama
untuk titik berikutnya
5.
Apabila antara garis
rencana proyek membentuk sudut, maka profil untuk pengukuran profil melintang
sudut tersebut dibagi dua
6.
Ukur tinggi alat.
5.3 Kontur
5.3.1 Pengertian Kontur
Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan
titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Walaupun garis tersebut
menghubungkan antara dua titik, namun bentuk dan poalnya tidak merupakan garis
patah-patah.Garis-garis tersebut dihaluskan (smoothing) untuk membuat kontur
menjadi “luwes” atau tidak kaku. Hal ini diperbolehkan pada proses kartografi.
Gambar 5.2 Kontur
5.3.2 Metoda Pengukuran
Kontur
Pada
pengukuran kontur ada dua metoda yang dapat digunakan, yaitu :
A. Metoda Langsung
Pengukuran kontur dilakukan sejalan dengan pengukuran
polygon dan detail situasi dapat dihitung beda tinggi karena pada kedua
pengukuran tersebut terdapat pembacaan benang, sudut vertikal dan tinggi alat.
B. Metoda Tak Langsung
Pembuatan peta kontur dengan metodan tidak langsung
dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
·
Cara Radial
Umumnya
digunakan untuk pemetaan situasi topografi pada daerah terjal, berlambah dan
berbukit-bukit dan daerah yang banyak bangunannya (daerah pemukiman).
Pelaksanaan pengukurannya pada umumnya menggunakan metoda penentuan beda tinggi
Tachmetri, dengan alat ukurnya adalah
Theodolite.
Detail-detail
topografi yang diukur adalah titik-titik sepanjang garis radial pada
jarak-jarak tertentu sesuai dengan kebutuhan.Untuk daerah datar tetapi banyak
terdapat bangunan di daerah pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukuran
dapat dilakukan dengan menggunakan sipat datar.
· Cara Profil
Umum digunakan untuk pemetaan situasi topografi pada
perencanaan jalur jalan
raya, jalan kereta api dan saluran irigasi. Jika
kondisi daerahnya relative berbukit-bukit dan terjal maka pengukuran ketinggian
detail topografi dapat dilakukan dengan metoda Tachymetri sedangkan untuk kondisi daerah relative datar dapat
menggunakan metoda sipat datar.
· Cara Jalur (Paralel)
Umunya digunakan pada daerah relative datar tetapi
berhutan lebat. Sering kali terjadi pada pemetaan situasi topografi dengan cara
fotogrametris terdapat daerah yang tertutup hutan lebat, sehingga pemetaannya
dibantu dengan cara jalur menggunakan pengukuran terristris.
· Cara Kotak (Kisi/Grid/Rester)
Umunya digunakan untuk pemetaan situasi topografi pada
daerah yang relatif datar dan terbuka, dengan luas daerah yang relatif kecil.
Ukuran jarak antara kisi-kisi biasanya antara 5 m sampai 50 m, tergantung pada
:
Ø Kondisi relatif tanah
Ø Skala peta
Ø Keperluan teknis.
Keperluan
teknis yang membutuhkan pengukuran cara kotak untuk menentukan ketinggian
detail topografinya, diantaranya adalah untuk :
Ø Perencanaan lapangan terbang
Ø Perencanaan kompleks perumahan
Ø Perencanaan stasion kereta api
Ø Perencanaan lapangan olah raga, dll.
Pelaksanaan
pengukurannya pada umumnya menggunakan metoda sipat datar. Tetapi dapat juga
menggunakan metoda Tachymetri apabila
kondisi medan tidak memungkikan. Dalam Praktikum metoda ini yang dipakai.
Gambar 5.3Tahapan Pelaksanaan Pengukuran
5.3.3 Sifat-sifat Kontur
a.
Garis-garis kontur yang
saling melingkari satu sama lain dan tidak akan saling berpotongan
b.
Garis kontur tidak
mungkin bercabang (dalam hubungannya dengan keaslian alam, kecuali buatan
manusia)
c.
Interval kontur sebagai
beda harga antara dua kontur yang terdekat
d.
Daerah yang datar akan
mempunyai kontur yang jarang
e.
Daerah yang terjal
(curam) akan mempunyai kontur yang rapat
f.
Kontur tidak akan
“masuk” bangunan atau rumah, tetapi mengikuti tepi dari bangunan tersebut
g.
Kontur yang melewati
sungai akan membentuk huruf “V” arah pangkalnya, arah naik
h.
Kontur yang
melewati/memotong jalan yang turun akan membentuk huruf “U” menghadap ke arah
naiknya jalan
i.
Dua garis kontur yang
mempunyai ketinggian sama tidak dapat dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu
garis kontur
j.
Kontur mempunyai
interval tertentu
k.
Kontur dapat mempunyai
nilai positif (+), nol(0), dan negatif(-).
5.3.4 Pengertian Datum
Datum geodetic atau referensi permukaan atau
georefernsi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan gepmetri
ellipsoid bumi.Datum geodetic diukur menggunakan metode manual hingga yang
lebih akurat lagi menggunakan satelit.
5.3.5 Peralatan
·
Pesawat Theodolite
·
Statip
·
Meteran
·
Rambu
·
Alat Tulis
5.3.6 Tahapan Pelaksanaan
Pada pengambilan data dilapangan, dilaksanakan tahapan
pelaksanaan berikutyangmerupakan tahapan pengukuran profil memanjang dan
melintang.
A.
Siapkan peralatan dan keperluan
pengkuran
B.
Tentukan daerah yang akan diukur (orientasi
medan)
C.
Pengukuran kontur :
a.
Dirikan alat diantar tittik tersebut
(misal: alat diantara A-B, B-C dst) lalu sentring alat
b.
Baca benang diafragma rambu A putar alat
dan baca rambu B
c.
Pembacaan difragma juga dilakukan setiap
kelipatan 2 meter dan titik ekstrim, lakukan hal yang sama untuk semua slag
d.
Pengukuran dilakukan pulang-pergi
e.
Ukur tinggi alat
BAB VI
PEMETAAN
SITUASI
6.1 Umum
Pada
objek ini tujuan yang utama adalah penyajian gambar dalam bentuk peta
dengan menggunakan aplikasi suatu dasar-dasar teoritris yaitu pemetaan situasi
dan detail.
Pemetaan situasi suatu daerah
mencakup penyajian bentuk dalam dimensi horizontal dan vertikal secara
bersama-sama dalam suatu gambar peta. Maksud dari pengukuran ini adalah
memindahkan gambaran dari permukaan bumi ke dalam suatu bidang gambar kertas
gambar.
Detail-detail
situasi yang perlu diamati dan dipetakan adalah:
1 Unsur-unsur
buatan alam
a. Garis
pantai, danau dan batas rawa
b. Batas-batas
tebing atau jeram, batas hutan
2 Unsur-unsur
buatan manusia
a. Bangunan
b. Jalan
c. Batas
sawah
d. Saluran
irigasi
e. Batas
kepemilikan tanah.
6.2
Dasar Teori
Dalam
pengukuran detail situasi, perlu dilakukan pengukuran terhadap beberapa hal,
yaitu:
1. Penentuan
titik dasar
Peta
situasi ini harus terikat pada sistem kerangka yang telah diketahui sebelumnya
yang berfungsi sebagai acuan.
2. Pengukuran
kerangka horizontal (sudut dan jarak)
3. Pengukuran
beda tinggi
Pengukuran
beda tinggi (kerangka vertikal) selalu mengikuti kerangka dasar horizontal yang
telah dibangun terlebih dahulu.
Pengukuran
detail dengan data yang diambil meliputi:
· Sudut
antara sisi kerangka dengan jarak ke titik detail yang bersangkutan.
· Jarak
optis atau pita ukur antara titik
kerangka dengan detail
· Beda
tinggi antara titik tetap kerangka dengan titik detail yang bersangkutan.
Dalam pemetaan situasi, kerangka
dasar vertikal selalu mengikuti kerangka dasar horizontal yang telah dibangun
sebelumnya. Berikut metoda-metoda pengukuran kerangka dasar horizontal:
1. Metoda Triangulasi
Merupakan
cara untuk menentukan koordinat titik dilapangan dengan cara mengukur
sudut-sudut pada suatu kerangka dasar dengan bentuk berupa rangkaian segitiga
yang mempunyai satu atau lebih titik sentral.
2. Metoda
Jaring Segitiga
Penentuan
titik di lapangan dengan cara mengukur sudut-sudut dalam jaringan segitiga yang
mempunyai satu titik sentral.
3. Metoda
Trilaterasi
Penentuan
titik kerangka horizontal yang berbentuk rangkaian segitiga di lapangan dengan
cara mengukur jarak sisi kerangka tersebut.
6.3
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaannya
meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siapkan
alat dan keperluan pengukuran lalu lakukan penyentringan;
2. Lakukan
orientasi terhadap daerah atau medan yang akan diukur, sketsalah secara kasar
untuk membantu dalam penandaan titik dan keteraturan dalam pengukuran;
3. Posisikan
alat pada kedudukan biasa, bidik titik belakang (patok belakang) untuk
pembacaan benang atas, benang tengah,
benang bawah, kemudian nolkan bacaan sudut horizontalnya lalu catat
sudut horizontal ( 0o ) dan vertikal;
4. Bidik
target yang akan diukur, kemudian baca bacaan benang, sudut vertikal dan sudut
horizontalnya;
5. Lakukan
pengukuran jarak secara manual dengan menggunakan pita ukur (meteran) yaitu dari titik berdirinya alat
ketitik/patok belakang dan ke titik/patok didepannya. Pengukuran ini dilakukan
dengan cara pulang-pergi. Pada saat pengukuran pita ukur (meteran)
haruslah tegang, lurus dan datar;
6. Pada
titik yang sama, ubah posisi alat menjadi luar biasa, kemudian baca bacaan
benangnya, sudut vertikal dan sudut horizontalnya;
7. Kemudian
arahkan lagi teropong ketitik belakang, kemudian baca bacaan benang, sudut
vertikal dan sudut horizontalnya;
8. Masih
pada titik yang sama posisikan alat dalam keadaan biasa kemudian pada sketsa
yang telah dipersiapkan, rencanakanlah pembidikan yang teratur terhadap
objek-objek alam (unsur-unsur buatan alam, unsur-unsur buatan manusia, dan pada
titik-titik ekstrim) yang akan dipetakan dengan mencantumkan abjad/nomor pada
batas-batas yang telah ditentukan. Usahakan pembidikan tetap teratur searah
dengan putaran jarum jam, menurut nomor untuk tidak menimbulkan kekacauan dalam
penulisan data pada formulir;
9. Data-data
yang perlu dicatat dan diamati adalah
bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontal;
10. Untuk
tempat atau gedung yang bentuknya teratur, tidak perlu pada semua titik sudut
bangunan dibidik dengan Theodolite,
tapi ambil saja data yang diukur dengan menggunakan alat ukur jarak (meteran)
Ambil data selengkap mungkin;
11. Pindahkan
data hasil pengamatan ke dalam data form, penomoran pada formulir dicatat dan
harus sama atau sesuai dengan data yang dibuat pada sketsa;
12. Ukur
tinggi alat dari permukaan tanah;
13. Pindahkan
alat ke titik berikutnya (patok depan) kemudian lakukan hal yang sama seperti
langkah-langkah di atas.
6.4
Tahapan Pengolahan Data
Pelaksanaan pengukuran pada umumnya dilakukan dalam
beberapa metoda. Pada praktikum kali ini
cukup dibahas mengenai metoda Tachymetry
dan metoda Trigonometry.
6.4.1 Metoda Tachymetry
Metoda Tachymetry
dapat digunakan untuk penentuan jarak datar dan beda tinggi yang tidak
membutuhkan ketelitian yang akurat (untuk pengerjaan pengukuran yang
sederhana).
a. Penentuan jarak datar metoda
Tachymetry
atb
|
A
|
z
|
Dm
|
m
|
h
|
B
|
i
|
D
|
Gambar
6.1 Metoda Tachymetry
|
ΔH
|
Dm = 100 (a - b) cos m
= 100 (a - b) sin z
|
maka:
jarak miring:
...............................…………..
6.1
D = 100 (a - b) cos2
m
= 100 (a - b) sin2
z
Jarak mendatar:
D = 100 (a - b) cos2
m
= 100 (a - b) sin2
z
|
....................................................…………. 6.2
b. Penentuan beda tinggi Metoda Tachymetry
Perhatikan gambar 6.1 maka:
ΔH = 50 (a - b) (sin 2z) + i - t
|
....................................………….. 6.3
Pada daerah yang datar tetapi banyak bangunan terdapat
pada daerah pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukurannya dapat dilakukan
menggunakan sipat datar.
6.4.2 Metoda Trigonometry
Penentuan beda tinggi dengan cara trigometri adalah
penentuan beda tinggi secara tidak langsung, yaitu beda tinggi fungsi dari
jarak mendatar dan sudut vertikal antara dua titik yang diukur beda
tingginya. Jarak mendatar diperoleh dari
hasil pengukuran jarak menggunakan pita ukur, substense bar atau secara
elektronik (EDM). Sedangkan sudut
vertikal diukur dengan menggunakan alat ukur Theodolite
.
Gambar
6.2 Metoda Trigonometri
|
A
|
z
|
m
|
hab
|
B
|
t
|
D
|
Dm
|
p
|
l
|
Perhatikan gambar di atas, misalkan akan ditentukan beda
tinggi antara titik A-B, secara Trigonometry. Prosedur pengukurannya adalah sebagai
berikut:
1. Tegakkan Theodolite
dengan sempurna di A. Ukur tinggi Theodolite (tinggi sumbu mendatar alat
tehadap titik A), misalkan t.
2. Tegakkan target di B. Target dapat berupa rambu ukur,
remote atau tinggi tiang. Tandai sasaran
yang akan dibidik pada rambu (tiang), kemudian ukur tingginya misalkan p.
3. Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith) dengan Theodolite maka panjang l dapat ditentukan:
L =
D tg m = D cotg z
|
....................................….
6.4
dimana,
D = Jarak mendatar antara A dan B yang diukur dengan alat ukur jarak.
Jadi beda tinggi antara A dan B dapat ditentukan, yaitu:
hAB =
( D tg m ) + t - p
|
.............................…………………
6.5
atau,
hAB
= ( D cotg z ) + t - p
|
.............................………………. 6.6
Apabila beda tinggi A dan B diperkirakan cukup besar dan
jarak A dan B berjauhan, serta diharapkan hasil pengukuran beda tinggi ini
dapat ditentukan lebih teliti, maka pengaruh refraksi udara dan kelengkungan
bumi harus diperhitungkan sehingga beda tinggi seharusnya adalah:
hAB
= (Dtanm) + t – p+1-k.D2
2R
|
................………………..6.7
hAB
= (DcotanZ) + t – p+1-k.D2
2R
|
..…................………. 6.8
dimana :
k
= koefisien refraksi udara = 0,14
R = Jari-jari
bumi = 6370 km
6.5 Contoh Perhitungan Detail dan Situasi dengan Excel
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan praktikum ini
dilakukan pengukuran sifat ruang dan sifat datar dengan menggunakan Theodolite
dan Waterpas, serta beberapa alat bantu lainnya. Dari pengukuran yang dilakukan
dapat di hitung panjang mendatar yaitu jarak, dan jarak vertikal yaitu elevasi,
sudut horizontal, dan sudut vertikal sehingga dapat ditentukan azimuth suatu
titik yang diamati.
Dalam pengukuran tentu terdapat
kesalahan-kesalahan, maka untuk itu diperlukan suatu koreksi sudut untuk
mengantisipasi kesalahan tersebut. Dari azimuth tersebut dapat di hitung
koordinat masing-masing titik yang di amati. Dan dari data yang diperoleh dari
hasil pengukuran tersebut, hasilnya dapat di plot dalam bentuk gambar dengan
menggunakan sofware AutoCAD.
Sebelum melaksanakan
pengukuran, harus dicek terlebih dahulu alat Theodolite yang akan dipakai,
apakah layak untuk digunakan. Suatu Theodolite dikatakan baik (sempurna) dan
layak digunakan untuk pengukuran bila sistem sumbu-sumbunya memenuhi
syarat-syarat berikut :
1. Nivo tabung tegak lurus
sumbu I,
2. Garis bidik tegak lurus
sumbu II,
3. Sumbu II tegak lurus sumbu
I, dan
4. Sumbu nivo indeks sejajar
dengan garis bidik, bila garis bidik di-stel horizontal. Syarat no.4 ini perlu
dipenuhi bila Theodolite digunakan untuk keperluan pengukuran sudut vertikal
atau menyifat datar.
Kesalahan yang mungkin dapat
terjadi pada pengukuran dengan menggunakan metode Tachimetry yang bersifat
sistematis antara lain:
Kesalahan miring sumbu I
(tegak lurus),
Kesalahan miring sumbu II
(sumbu horizontal),
Kesalahan kolomasi (garis
bidik tidak tegak lurus terhadap sumbu II),
Kesalahan
eksentrisitas (kedudukan pusat sumbu I tidak tepat berimpitan dengan pusat
lingkaran skala horizontal),
Kesalahan
diametrial (letak nonius I tidak tepat berimpitan dengan nonius II),
Kesalahan indeks (tidak tepatnya letak indeks bacaan lingkaran
skala vertikal dimana bila teropong diarahkan secara horizontal diperoleh harga
bacaan pada lingkaran skala vertikal tidak tepat menunjuk angka 0o atau tidak
tepat 90o pada sistem sudut zenith),
Kesalahan pembagian skala yang pada umumnya merupakan kesalahan
pabrikasi.
Kesalahan-kesalahan tersebut dapat
dihilangkan secara langsung dengan menggunakan metode pengukuran tertentu,
yaitu:
a. Bila sudut diukur dengan
menggunakan metode pengukuran satu sere rangkap (pengukuran dengan bacaan biasa
dan luar biasa), maka harga sudut rata-rata diperoleh dari bacaan biasa dan
luar biasa tersebut.
b. Bila pembacaan dilakukan pada sudut nonius I dan pada nonius
II, maka harga sudut rata-rata dari bacaan nonius I dan nonius II bebas dari
kesalahan eksentrisitas.
Setiap proses perhitungan dari satu
titik ke titik yang lain ataupun dari perhitunga satu keperhungan yang lain
mempunyai suatu keterkaitan yang erat, jika salah dalam proses perhitungan
pertama(langkah pertama) maka akan berakibat salah pula pada berhitungan
selanjutnya, bahkan semua perhitungan yang kita lakukan bisa salah hanya karena
sedikit kesalahan pada langkah pertama.
7.2. Saran
Sebaiknya setiap kali melakukan
perhitungan harus dilakukan dengan hati-hati dan pastikan itu benar, saat dilapangan
juga begitu kerjasama yang baik sangat dibutuhkan untuk mendapatkan data yang
akurat, usahakan setiap kali melakukan pengukuran dikerjakan dengan
teliti,hati-hati dan semaksimal mungkin agar tidak terdapat kesalahan
pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Modul Praktikum Ilmu Ukur Tanah
www.scribd.com
: Ilmu Ukur Tanah
www.google.com : Ilmu Ukur Tanah,Waterpas dan Teodolit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar