Minggu, 05 Oktober 2014

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah BAB.5, BAB.6 & BAB.7

BAB V
 Profil Memanjang dan Melintang
5.1 Profil Memanjang
5.1.1 Dasar Teori
            Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik sepanjang garis rencana proyek, sehingga dapat digambarkan irisan tegak keadaan permukaan tanah sepanjang garis rencana proyek tersebut.Jadi, profil adalah irisan tegak permukaan bumi.
            Untuk menggambarkan profil memanjang dari suatu rencana proyek diperlukan ketingian dan jarak mendatar antara titik-titik tersebut. Ketinggian dihitung dari beda tinggi titik-titik datumnya (titik referensi hitungan). Sedangkan jarak mendatarnya diambil untuk setiap jarak-jarak tertentu, kemudian direntang disepanjang garis rencana proyek.
            Pengukuran profil memanjang dan melintang dilakukan pada proyek pengukuran untuk jalan raya, aluran irigasi, jaringan transmisi tegangan tinggi dan lain-lain.
a.     Hitung jarak optis dengan rumus:


dij = k * (BA-BB) sin2 v
 



Dimana: BA    = bacaan benang atas (mm)
              BB     = bacaan benang bawah (mm)
              V       = sudut vertical (˚)
            dij             = jarak optis (m)
Karena waterpass selalu berada dalam keadaan mendatar  (90˚), sehingga sin2V selalu bernilai satu, sehingga persamaan diatas berubah menjadi:

dij = k * (BA-BB)
 


           
            Penentuan jarak optis ini dapat juga digunakan untuk mengotrol benar atau tidaknnya benang diafrgama.
b.     Hitung beda tinggi dengan persamaan:

Δh = k * (BA-BB) * ½ sin 2V + (TA-BT)/1000
 



Dimana: Δh     = Beda tinggi (mm)
              BA    = Bacaan benang atas (mm)
              BT     = Bacaan benang tengah (mm)
              BB     = Bacaan benang bawah (m)
              V       = Sudut vertical (˚)
              i         = Tinggi alat (m)

Karena alat waterpass selalu berada dalam keadaan mendatar (90˚) sehingga sin 2V bernilai nol, maka persaman di atas menjadi:

Δh = (TA-BT)/1000
 



Apabila beda tinggi yang diperoleh bernilai negative, berarti titik dimana alat berdiri lebih tinggi dari titik target. Dan apabila yang diperoleh bernilai positif, bearti titik taret yang lebih tinggi.
c.     Hitung elevasi/ketinggian (h) masing-masing titik pengukuran

HB = HA + ΔhAB
                                                                                

Dimana: HA            = Elevasi titik acuan (m)
               ΔhAB    = Beda tinggi hasil pengukuran dari A dan B (m)
               HB       = Elevasi titik target (m)



5.1.2 Peralatan
·       Pesawat waterpass
·      Statip
·      Meteran
·      Rambu
·      1 set alat tulis
5.1.3 Tahapan Pelaksana
            Pada pengambilan data di lapangan, dilaksanakan tahapan pelaksanaan berikut yang merupakan tahapan pengukuran profil memanjang dan melintang:
a.     Siapkan peralatan dan keperluan pengukuran
b.     Tentukan daerah yang akan diukur (orientasi medan)
c.     Pengukuran profil memanjang
1.     Tentukan titik-titik sepanjang garis rencana proyek dengan jarak 10 m (misal titik A sampai G)
2.     Dirikan alat diantara titik tersebut (misal: alat antara A-B, B-C) lalu sentring alat
3.     Baca benang diafragma rambu A kemudian putar alat dan baca rambu B
4.     Pembacaan diafragma juga dilakukan setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim, lakukan hal yangsama untuk semua slag
5.     Pengkuran dilakukan pualn pergi
6.     Ukur tinggi alat

5.2 Profil Melintang
5.2.1 Dasar Teori
            Maksud dan tujuan pengukuran profil melintang adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik (profil permukaan tanah) sepanjang garis lurus terhadap garis rencana proyek atausepanjang garis yang membagi sama besar sudut antara dua sub garis rencana proyek yang berpotongan. Dalam pelaksanaan pengukuran, biasanya profil melintang diukur sejalan dengan profil memanjang.
            Yang diukur pada profil melintang adalah ketinggian titik-titik detail untuk tiap jarak tertentu sepanjang garis profil melintang, misalnya setiap titik pada jarak 2 meter sepanjang garis profil melintang tersebut. Adapun prosedur pengukuran, perhitungan dan penggambarannya sama halnya seperti profil memanjang. Skala jarak dan tinggi pada profil melintang dibuat sama.

Gambar 5.1 Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang




5.2.2 Peralatan
·      Pesawat waterpass
·      Statip
·      Meteran
·      Rambu
·      Alat tulis

5.2.3 Tahapan Pelaksana
            Pada pengambilan data dilapangan, dilaksanakan tahapan pelaksanaan berikut yang merupakan tahapan pengukuran profil memanjang dan melintang:
a.     Siapkan peralatan dan keperluan pengukuran
b.     Tentukan daerah yang akan diukur (orientasi medan)
c.     Pengukuran profil melintang
1.     Dirikan alat pada titik sepanjang garis rencana proyek lalu sentring alat
2.     Nolkan sudut horizontal ketitik berikutnys (titik B), putar alat sejauh 90˚ (sisi kanan) lakukan pembacaan benang difragma setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim
3.     Putar alat sebesar 180˚ dari sisi kanan (hingga 270˚ dari titik B), lakukan pembacaan benang diafragma setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim
4.     Lakukan hal yang sama untuk titik berikutnya
5.     Apabila antara garis rencana proyek membentuk sudut, maka profil untuk pengukuran profil melintang sudut tersebut dibagi dua
6.     Ukur tinggi alat.
5.3  Kontur
5.3.1  Pengertian Kontur
Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama. Walaupun garis tersebut menghubungkan antara dua titik, namun bentuk dan poalnya tidak merupakan garis patah-patah.Garis-garis tersebut dihaluskan (smoothing) untuk membuat kontur menjadi “luwes” atau tidak kaku. Hal ini diperbolehkan pada proses kartografi.
Gambar 5.2 Kontur
5.3.2 Metoda Pengukuran Kontur
         Pada pengukuran kontur ada dua metoda yang dapat digunakan, yaitu :
A.   Metoda Langsung
Pengukuran kontur dilakukan sejalan dengan pengukuran polygon dan detail situasi dapat dihitung beda tinggi karena pada kedua pengukuran tersebut terdapat pembacaan benang, sudut vertikal dan tinggi alat.
B.    Metoda Tak Langsung
Pembuatan peta kontur dengan metodan tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
·    Cara Radial
         Umumnya digunakan untuk pemetaan situasi topografi pada daerah terjal, berlambah dan berbukit-bukit dan daerah yang banyak bangunannya (daerah pemukiman). Pelaksanaan pengukurannya pada umumnya menggunakan metoda penentuan beda tinggi Tachmetri, dengan alat ukurnya adalah Theodolite.
         Detail-detail topografi yang diukur adalah titik-titik sepanjang garis radial pada jarak-jarak tertentu sesuai dengan kebutuhan.Untuk daerah datar tetapi banyak terdapat bangunan di daerah pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan sipat datar.
·   Cara Profil
Umum digunakan untuk pemetaan situasi topografi pada perencanaan jalur jalan
raya, jalan kereta api dan saluran irigasi. Jika kondisi daerahnya relative berbukit-bukit dan terjal maka pengukuran ketinggian detail topografi dapat dilakukan dengan metoda Tachymetri sedangkan untuk kondisi daerah relative datar dapat menggunakan metoda sipat datar.
·      Cara Jalur (Paralel)
Umunya digunakan pada daerah relative datar tetapi berhutan lebat. Sering kali terjadi pada pemetaan situasi topografi dengan cara fotogrametris terdapat daerah yang tertutup hutan lebat, sehingga pemetaannya dibantu dengan cara jalur menggunakan pengukuran terristris.
·      Cara Kotak (Kisi/Grid/Rester)
Umunya digunakan untuk pemetaan situasi topografi pada daerah yang relatif datar dan terbuka, dengan luas daerah yang relatif kecil. Ukuran jarak antara kisi-kisi biasanya antara 5 m sampai 50 m, tergantung pada :
Ø  Kondisi relatif tanah
Ø  Skala peta
Ø  Keperluan teknis.
            Keperluan teknis yang membutuhkan pengukuran cara kotak untuk menentukan ketinggian detail topografinya, diantaranya adalah untuk :
Ø  Perencanaan lapangan terbang
Ø  Perencanaan kompleks perumahan
Ø  Perencanaan stasion kereta api
Ø  Perencanaan lapangan olah raga, dll.
Pelaksanaan pengukurannya pada umumnya menggunakan metoda sipat datar. Tetapi dapat juga menggunakan metoda Tachymetri apabila kondisi medan tidak memungkikan. Dalam Praktikum metoda ini yang dipakai.
Gambar 5.3Tahapan Pelaksanaan Pengukuran
5.3.3      Sifat-sifat Kontur
a.   Garis-garis kontur yang saling melingkari satu sama lain dan tidak akan saling berpotongan
b.   Garis kontur tidak mungkin bercabang (dalam hubungannya dengan keaslian alam, kecuali buatan manusia)
c.   Interval kontur sebagai beda harga antara dua kontur yang terdekat
d.   Daerah yang datar akan mempunyai kontur yang jarang
e.   Daerah yang terjal (curam) akan mempunyai kontur yang rapat
f.    Kontur tidak akan “masuk” bangunan atau rumah, tetapi mengikuti tepi dari bangunan tersebut
g.   Kontur yang melewati sungai akan membentuk huruf “V” arah pangkalnya, arah naik
h.   Kontur yang melewati/memotong jalan yang turun akan membentuk huruf “U” menghadap ke arah naiknya jalan
i.    Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur
j.    Kontur mempunyai interval tertentu
k.   Kontur dapat mempunyai nilai positif (+), nol(0), dan negatif(-).

5.3.4      Pengertian Datum
Datum geodetic atau referensi permukaan atau georefernsi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan gepmetri ellipsoid bumi.Datum geodetic diukur menggunakan metode manual hingga yang lebih akurat lagi menggunakan satelit.

5.3.5  Peralatan
·    Pesawat Theodolite
·    Statip
·    Meteran
·    Rambu
·    Alat Tulis

5.3.6      Tahapan Pelaksanaan
            Pada pengambilan data dilapangan, dilaksanakan tahapan pelaksanaan berikutyangmerupakan tahapan pengukuran profil memanjang dan melintang.
A.   Siapkan peralatan dan keperluan pengkuran
B.    Tentukan daerah yang akan diukur (orientasi medan)
C.    Pengukuran kontur :
a.     Dirikan alat diantar tittik tersebut (misal: alat diantara A-B, B-C dst) lalu sentring alat
b.     Baca benang diafragma rambu A putar alat dan baca rambu B
c.     Pembacaan difragma juga dilakukan setiap kelipatan 2 meter dan titik ekstrim, lakukan hal yang sama untuk semua slag
d.     Pengukuran dilakukan pulang-pergi
e.     Ukur tinggi alat                    



BAB VI
PEMETAAN SITUASI
6.1  Umum
            Pada  objek ini tujuan yang utama adalah penyajian gambar dalam bentuk peta dengan menggunakan aplikasi suatu dasar-dasar teoritris yaitu pemetaan situasi dan detail.
            Pemetaan situasi suatu daerah mencakup penyajian bentuk dalam dimensi horizontal dan vertikal secara bersama-sama dalam suatu gambar peta. Maksud dari pengukuran ini adalah memindahkan gambaran dari permukaan bumi ke dalam suatu bidang gambar kertas gambar.
Detail-detail situasi yang perlu diamati dan dipetakan adalah:
1    Unsur-unsur buatan alam
a.    Garis pantai, danau dan batas rawa
b.   Batas-batas tebing atau jeram, batas hutan
2    Unsur-unsur buatan manusia
a.    Bangunan
b.   Jalan
c.    Batas sawah
d.   Saluran irigasi
e.    Batas kepemilikan tanah.





6.2 Dasar Teori
Dalam pengukuran detail situasi, perlu dilakukan pengukuran terhadap beberapa hal, yaitu:

1.   Penentuan titik dasar
     Peta situasi ini harus terikat pada sistem kerangka yang telah diketahui sebelumnya yang berfungsi sebagai acuan.
2.   Pengukuran kerangka horizontal (sudut dan jarak)
3.   Pengukuran beda tinggi
     Pengukuran beda tinggi (kerangka vertikal) selalu mengikuti kerangka dasar horizontal yang telah dibangun terlebih dahulu.
Pengukuran detail dengan data yang diambil meliputi:
·      Sudut antara sisi kerangka dengan jarak ke titik detail yang bersangkutan.
·      Jarak optis atau pita  ukur antara titik kerangka dengan detail
·      Beda tinggi antara titik tetap kerangka dengan titik detail yang bersangkutan.
            Dalam pemetaan situasi, kerangka dasar vertikal selalu mengikuti kerangka dasar horizontal yang telah dibangun sebelumnya. Berikut metoda-metoda pengukuran kerangka dasar horizontal:
1.    Metoda Triangulasi
Merupakan cara untuk menentukan koordinat titik dilapangan dengan cara mengukur sudut-sudut pada suatu kerangka dasar dengan bentuk berupa rangkaian segitiga yang mempunyai satu atau lebih titik sentral.

2.   Metoda Jaring Segitiga
Penentuan titik di lapangan dengan cara mengukur sudut-sudut dalam jaringan segitiga yang mempunyai satu titik sentral.
3.   Metoda Trilaterasi
Penentuan titik kerangka horizontal yang berbentuk rangkaian segitiga di lapangan dengan cara mengukur jarak sisi kerangka tersebut.
6.3 Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaannya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.       Siapkan alat dan keperluan pengukuran lalu lakukan penyentringan;
2.       Lakukan orientasi terhadap daerah atau medan yang akan diukur, sketsalah secara kasar untuk membantu dalam penandaan titik dan keteraturan dalam pengukuran;
3.       Posisikan alat pada kedudukan biasa, bidik titik belakang (patok belakang) untuk pembacaan benang atas, benang tengah,  benang bawah, kemudian nolkan bacaan sudut horizontalnya lalu catat sudut horizontal ( 0o ) dan vertikal;
4.       Bidik target yang akan diukur, kemudian baca bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontalnya;
5.       Lakukan pengukuran jarak secara manual dengan menggunakan pita ukur (meteran)  yaitu dari titik berdirinya alat ketitik/patok belakang dan ke titik/patok didepannya. Pengukuran ini dilakukan dengan cara pulang-pergi. Pada saat pengukuran pita ukur (meteran) haruslah  tegang, lurus dan datar;
6.       Pada titik yang sama, ubah posisi alat menjadi luar biasa, kemudian baca bacaan benangnya, sudut vertikal dan sudut horizontalnya;
7.       Kemudian arahkan lagi teropong ketitik belakang, kemudian baca bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontalnya;
8.       Masih pada titik yang sama posisikan alat dalam keadaan biasa kemudian pada sketsa yang telah dipersiapkan, rencanakanlah pembidikan yang teratur terhadap objek-objek alam (unsur-unsur buatan alam, unsur-unsur buatan manusia, dan pada titik-titik ekstrim) yang akan dipetakan dengan mencantumkan abjad/nomor pada batas-batas yang telah ditentukan. Usahakan pembidikan tetap teratur searah dengan putaran jarum jam, menurut nomor untuk tidak menimbulkan kekacauan dalam penulisan data pada formulir;
9.     Data-data yang perlu dicatat  dan diamati adalah bacaan benang, sudut vertikal dan sudut horizontal;
10.    Untuk tempat atau gedung yang bentuknya teratur, tidak perlu pada semua titik sudut bangunan dibidik dengan Theodolite, tapi ambil saja data yang diukur dengan menggunakan alat ukur jarak (meteran)
       Ambil data selengkap mungkin;
11.    Pindahkan data hasil pengamatan ke dalam data form, penomoran pada formulir dicatat dan harus sama atau sesuai dengan data yang dibuat pada sketsa;
12.    Ukur tinggi alat dari permukaan tanah;
13.    Pindahkan alat ke titik berikutnya (patok depan) kemudian lakukan hal yang sama seperti langkah-langkah di atas.




6.4 Tahapan Pengolahan Data
Pelaksanaan pengukuran pada umumnya dilakukan dalam beberapa metoda.  Pada praktikum kali ini cukup dibahas mengenai metoda Tachymetry dan metoda Trigonometry.
6.4.1 Metoda Tachymetry
Metoda Tachymetry dapat digunakan untuk penentuan jarak datar dan beda tinggi yang tidak membutuhkan ketelitian yang akurat (untuk pengerjaan pengukuran yang sederhana).
a. Penentuan jarak datar metoda Tachymetry

atb

A


z

Dm

m

h

B

i

D

Gambar 6.1 Metoda Tachymetry


ΔH









Dm  = 100 (a - b) cos m
 = 100 (a - b) sin z

            Perhatikan gambar  di atas, diukur sudut m (sudut miring),tinggi alat = i, bacaan skala rambu pada benang tengah = t, bacaan skala rambu pada benang atas = a dan bacaan rambu pada benang bawah = b,
maka:

jarak miring:                                                                                                    

...............................………….. 6.1


D  = 100 (a - b) cos2 m
   = 100 (a - b) sin2 z

Jarak mendatar:

....................................................…………. 6.2


b.  Penentuan beda tinggi Metoda Tachymetry

Perhatikan gambar 6.1 maka:

ΔH            = 50 (a - b) (sin 2z)  + i - t
                 
Beda tinggi adalah:
....................................………….. 6.3
            Pada daerah yang datar tetapi banyak bangunan terdapat pada daerah pemetaan tersebut, maka pelaksanaan pengukurannya dapat dilakukan menggunakan sipat datar.
6.4.2 Metoda Trigonometry
Penentuan beda tinggi dengan cara trigometri adalah penentuan beda tinggi secara tidak langsung, yaitu beda tinggi fungsi dari jarak mendatar dan sudut vertikal antara dua titik yang diukur beda tingginya.  Jarak mendatar diperoleh dari hasil pengukuran jarak menggunakan pita ukur, substense bar atau secara elektronik (EDM).  Sedangkan sudut vertikal diukur dengan menggunakan alat ukur Theodolite



.

Gambar 6.2  Metoda Trigonometri

A


z

m

hab

B

t

D

Dm

p

l
 











Perhatikan gambar di atas, misalkan akan ditentukan beda tinggi antara titik A-B, secara Trigonometry.  Prosedur pengukurannya adalah sebagai berikut:
1.  Tegakkan Theodolite dengan sempurna di A.  Ukur tinggi Theodolite (tinggi sumbu mendatar alat tehadap titik A), misalkan t.
2.  Tegakkan target di B. Target dapat berupa rambu ukur, remote atau tinggi tiang.  Tandai sasaran yang akan dibidik pada rambu (tiang), kemudian ukur tingginya misalkan p.
3.  Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith) dengan Theodolite maka panjang l dapat ditentukan:                 

L  =  D tg m  = D cotg z

 


....................................…. 6.4



dimana,
D  =  Jarak mendatar antara  A dan B yang diukur dengan alat ukur jarak.
Jadi beda tinggi antara A dan B dapat ditentukan, yaitu:

hAB  =  ( D tg m ) + t - p
                                    hAB  =  l + t – p

.............................………………… 6.5
                atau,

hAB  = ( D cotg z ) + t - p
 


.............................……………….  6.6

Apabila beda tinggi A dan B diperkirakan cukup besar dan jarak A dan B berjauhan, serta diharapkan hasil pengukuran beda tinggi ini dapat ditentukan lebih teliti, maka pengaruh refraksi udara dan kelengkungan bumi harus diperhitungkan sehingga beda tinggi seharusnya adalah:

hAB  = (Dtanm) + t – p+1-k.D2
                                      2R
                                                                             

                                                                              ................………………..6.7


hAB  = (DcotanZ) + t – p+1-k.D2
                                      2R
                atau,


                                                                                ..…................………. 6.8
            dimana :
                        k     = koefisien refraksi udara = 0,14
                   R    = Jari-jari bumi = 6370 km


6.5 Contoh Perhitungan Detail dan Situasi dengan Excel



BAB VII
PENUTUP

7.1.      Kesimpulan
Dalam pelaksanaan praktikum ini dilakukan pengukuran sifat ruang dan sifat datar dengan menggunakan Theodolite dan Waterpas, serta beberapa alat bantu lainnya. Dari pengukuran yang dilakukan dapat di hitung panjang mendatar yaitu jarak, dan jarak vertikal yaitu elevasi, sudut horizontal, dan sudut vertikal sehingga dapat ditentukan azimuth suatu titik yang diamati.
Dalam pengukuran tentu terdapat kesalahan-kesalahan, maka untuk itu diperlukan suatu koreksi sudut untuk mengantisipasi kesalahan tersebut. Dari azimuth tersebut dapat di hitung koordinat masing-masing titik yang di amati. Dan dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut, hasilnya dapat di plot dalam bentuk gambar dengan menggunakan sofware AutoCAD.
Sebelum melaksanakan pengukuran, harus dicek terlebih dahulu alat Theodolite yang akan dipakai, apakah layak untuk digunakan. Suatu Theodolite dikatakan baik (sempurna) dan layak digunakan untuk pengukuran bila sistem sumbu-sumbunya memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Nivo tabung tegak lurus sumbu I,
2. Garis bidik tegak lurus sumbu II,
3. Sumbu II tegak lurus sumbu I, dan
4. Sumbu nivo indeks sejajar dengan garis bidik, bila garis bidik di-stel horizontal. Syarat no.4 ini perlu dipenuhi bila Theodolite digunakan untuk keperluan pengukuran sudut vertikal atau menyifat datar.

Kesalahan yang mungkin dapat terjadi pada pengukuran dengan menggunakan metode Tachimetry yang bersifat sistematis antara lain:
 Kesalahan miring sumbu I (tegak lurus),
 Kesalahan miring sumbu II (sumbu horizontal),
 Kesalahan kolomasi (garis bidik tidak tegak lurus terhadap sumbu II),
 Kesalahan eksentrisitas (kedudukan pusat sumbu I tidak tepat berimpitan dengan pusat lingkaran skala horizontal),
 Kesalahan diametrial (letak nonius I tidak tepat berimpitan dengan nonius II),
 Kesalahan indeks (tidak tepatnya letak indeks bacaan lingkaran skala vertikal dimana bila teropong diarahkan secara horizontal diperoleh harga bacaan pada lingkaran skala vertikal tidak tepat menunjuk angka 0o atau tidak tepat 90o pada sistem sudut zenith),
 Kesalahan pembagian skala yang pada umumnya merupakan kesalahan pabrikasi.

            Kesalahan-kesalahan tersebut dapat dihilangkan secara langsung dengan menggunakan metode pengukuran tertentu, yaitu:
a. Bila sudut diukur dengan menggunakan metode pengukuran satu sere rangkap (pengukuran dengan bacaan biasa dan luar biasa), maka harga sudut rata-rata diperoleh dari bacaan biasa dan luar biasa tersebut.
b. Bila pembacaan dilakukan pada sudut nonius I dan pada nonius II, maka harga sudut rata-rata dari bacaan nonius I dan nonius II bebas dari kesalahan eksentrisitas.
            Setiap proses perhitungan dari satu titik ke titik yang lain ataupun dari perhitunga satu keperhungan yang lain mempunyai suatu keterkaitan yang erat, jika salah dalam proses perhitungan pertama(langkah pertama) maka akan berakibat salah pula pada berhitungan selanjutnya, bahkan semua perhitungan yang kita lakukan bisa salah hanya karena sedikit kesalahan pada langkah pertama.




7.2.      Saran
Sebaiknya setiap kali melakukan perhitungan harus dilakukan dengan hati-hati dan pastikan itu benar, saat dilapangan juga begitu kerjasama yang baik sangat dibutuhkan untuk mendapatkan data yang akurat, usahakan setiap kali melakukan pengukuran dikerjakan dengan teliti,hati-hati dan semaksimal mungkin agar tidak terdapat kesalahan pengukuran.


DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum Ilmu Ukur Tanah
www.scribd.com : Ilmu Ukur Tanah
www.google.com : Ilmu Ukur Tanah,Waterpas dan Teodolit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar